Di Larantuka, Muhammadiyah dan Kemendikdasmen Lahirkan Satuan Pendidikan Aman Bencana
Larantuka, Flores Timur 24 Oktober 2025 – Sebagai daerah yang kerap dihadapkan pada berbagai ancaman bencana, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Republik Indonesia sukses menyelenggarakan pelatihan intensif Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan Psikososial di Larantuka. Kegiatan ini menjadi wujud kolaborasi strategis antara lembaga kerelawanan Muhammadiyah dan instansi pemerintah pusat dalam membangun kesadaran serta kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana. Bukan sekadar kegiatan formalitas, pelatihan ini menandai langkah nyata transformasi kebijakan dan aksi di lapangan.
Pelatihan SPAB di Larantuka dirancang untuk memastikan konsep Sekolah Tangguh Bencana benar-benar dapat diimplementasikan secara efektif, khususnya di wilayah kepulauan yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana. Para peserta yang terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan mendapatkan pembekalan komprehensif yang mencakup aspek fasilitas aman, manajemen bencana sekolah, serta pendidikan kebencanaan. Melalui pendekatan ini, para peserta dilatih untuk mengenali potensi bahaya fisik pada bangunan sekolah dan melakukan langkah mitigasi, membentuk tim siaga, menyusun Rencana Aksi Sekolah (RAS), serta menggelar simulasi evakuasi secara berkala. Selain itu, peserta juga diajak mengintegrasikan materi kesiapsiagaan bencana ke dalam kegiatan belajar mengajar agar kesadaran terhadap risiko bencana tumbuh sejak dini di lingkungan pendidikan.
Salah satu bagian penting dari pelatihan ini adalah modul dukungan psikososial yang menekankan pentingnya Psychological First Aid (PFA) atau pertolongan pertama psikologis. Modul ini mengajarkan para guru dan tenaga pendidik untuk memahami cara mendampingi siswa pascabencana, menyusun program pemulihan berkelanjutan, serta menciptakan ruang aman (safe space) bagi anak-anak untuk memproses emosi dan trauma. Pendekatan ini menjadi sangat penting, mengingat anak-anak dan guru merupakan kelompok yang rentan terhadap dampak psikologis setelah bencana.
Ketua MDMC, Budi Setiawan, menyampaikan bahwa kegiatan di Larantuka merupakan kelanjutan dari rangkaian pendampingan yang telah dilakukan sejak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki tahun lalu. “Alhamdulillah, kegiatan di Larantuka, Nusa Tenggara Timur, berjalan dengan baik. Ada dua hal menarik: MDMC mendapat kepercayaan untuk membangun sekolah darurat, dan kini juga melanjutkannya dengan pendidikan psikososial bagi para guru,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pendidikan psikososial bagi tenaga pendidik ini bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari proses panjang yang dimulai sejak masa tanggap darurat. “Sejak awal bencana, MDMC sudah melatih guru-guru agar bisa mengajar di sekolah darurat. Kurikulum di situ tentu berbeda dengan kondisi normal. Karena itu, penting bagi guru untuk memiliki pendekatan khusus, bukan sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi juga mendampingi anak-anak agar tetap semangat belajar di tengah situasi sulit. Pendidikan tidak boleh berhenti, apapun yang terjadi, termasuk ketika bencana melanda,” tegasnya.
Keberhasilan penyelenggaraan SPAB dan pelatihan psikososial di Larantuka diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain di wilayah Nusa Tenggara Timur untuk segera membentuk dan mengaktifkan Satuan Pendidikan Aman Bencana. Melalui kolaborasi lintas sektor antara Muhammadiyah dan pemerintah, langkah ini menegaskan komitmen bersama bahwa keselamatan dan keberlangsungan pendidikan anak-anak adalah tanggung jawab kolektif yang harus dijaga, sekaligus menjadi fondasi penting dalam membangun ketangguhan komunitas menghadapi bencana.
